Raka ini… orangnya multitalenta.
Atau… setidaknya, itu menurut Raka sendiri.
Menurut orang lain? Dia multiganggu.
Di kantor, dia merasa kayak mood booster.
Di tongkrongan, dia merasa the main character.
Di media sosial, dia merasa influencer… yang follower-nya cuma keluarga inti dan satu tetangga yang nggak tahu cara unfollow.
Setiap Senin pagi, ketika semua orang masih loading, menunggu kopi, dan mempertanyakan kenapa hidup ini keras…
Raka masuk kantor kayak host acara pagi:
“Pagi semua! Kok lemes? Nih gue ceritain mimpi gue semalam…”
Lima belas menit kemudian, semua orang tahu dia mimpi dikejar badak, jatuh ke jurang, lalu diselamatkan Doraemon.
Lucu? Nggak.
Inspiratif? Nggak juga.
Bikin pengen resign? Lumayan.
Di grup WhatsApp kantor, Raka ini unik.
Orang lain ngomongin deadline, dia malah kirim stiker lucu…
Stiker keluaran 2018.
Yang udah nggak lucu bahkan di tahun rilisnya.
Lalu dilengkapi foto mie ayam dengan caption:
“Kerja boleh, laper jangan.”
Kita ngerti maksudnya. Tapi kita juga ngerti, itu alasan kenapa orang matiin notif grup.
Sampai suatu sore, Dina—teman kantor paling sabar—ngajak dia ngobrol empat mata.
“Rak, aku mau ngomong sesuatu. Jangan tersinggung, ya…”
Raka ketawa, “Santai, gue nggak gampang baper.”
Dina narik napas.
“Rak… nggak semua orang suka sama kamu.”
Raka langsung jawab:
“Ah, itu karena mereka belum kenal gue.”
Dina nyaut:
“Bukan, Rak. Justru karena mereka udah kenal.”
Hening.
Satu-satunya suara yang terdengar cuma printer kantor, nyetak laporan yang pasti lebih berguna dari keberadaan Raka.
Besoknya, Raka tetep masuk kantor dengan semangat yang sama.
Cerita baru, kali ini tentang kucing tetangga yang jatuh dari atap.
Dan semua orang… pura-pura sibuk.
Karena pura-pura kerja lebih nyaman daripada pura-pura ketawa.
Moral ceritanya?
Kadang orang nggak suka sama kamu bukan karena mereka belum tahu siapa kamu.
Tapi karena mereka sudah tahu… dan menyesal tahu.
0 Comment