Kecelakaan Kapal Tiga Putra: 7 Tewas, Puluhan Selamat
Sebuah tragedi memilukan terjadi di perairan Bengkulu pada Minggu sore, 11 Mei 2025. Kapal wisata Tiga Putra, yang membawa 98 wisatawan dan 6 kru, tenggelam setelah dihantam badai saat dalam perjalanan pulang dari Pulau Tikus menuju Kota Bengkulu. Akibat insiden ini, tujuh orang dinyatakan meninggal dunia.
Menurut keterangan dari Humas Basarnas Bengkulu, Mega Maysilva, kapal berangkat dari Kota Bengkulu pada Minggu pagi, membawa wisatawan yang ingin berlibur ke Pulau Tikus. Namun nahas, ketika perjalanan pulang dimulai di siang hari, kapal mengalami gangguan mesin dan terombang-ambing di tengah laut sebelum akhirnya diterjang badai dan gelombang tinggi.
“Sekitar pukul 16.00 WIB, kondisi cuaca di perairan Bengkulu sangat buruk—badai, angin kencang, dan ombak besar melanda area sekitar Pantai Zakat,” jelas Mega saat dihubungi dari Bandar Lampung, Senin (12/5/2025).
Upaya Penyelamatan dan Evakuasi Korban
Begitu laporan diterima, tim SAR langsung bergerak ke lokasi. Evakuasi dilakukan oleh Basarnas Bengkulu bersama tim gabungan dari BPBD Kota Bengkulu, Polresta Bengkulu, dan para nelayan setempat yang turut membantu proses pencarian dan penyelamatan.
Korban luka dan jenazah dievakuasi ke dua rumah sakit, yakni RS Bhayangkara dan RS Harapan dan Doa. Sebagian besar korban selamat telah kembali ke rumah masing-masing setelah mendapat perawatan.
Daftar Korban Jiwa: Sebagian Besar Wisatawan Lokal
Berikut ini adalah identitas para korban yang dinyatakan meninggal:
- Tesya (20) – Warga Kepahiang, Bengkulu
- Ratna Kurniati – Warga Kota Bengkulu
- Nesya Zoya Amanda – Warga Kota Bengkulu
- Yeni Saputri – Warga Bengkulu Utara
- Ricki (29) – Warga Padang, Sumatera Barat
- Suwantra – Warga Muaro Bungo, Jambi
- Riska Nurjanah (28) – Warga Lubuk Linggau, Sumatera Selatan
Mayoritas korban adalah wisatawan lokal dari Bengkulu, meskipun ada juga korban dari luar provinsi.
Kronologi Detik-Detik Mencekam Terekam di Media Sosial
Video amatir yang viral di Instagram @bengkuluinfo memperlihatkan kepanikan penumpang saat kapal mulai terombang-ambing. Mereka tampak mengenakan jaket pelampung bertuliskan Tiga Putra, sambil berteriak histeris karena ketakutan. Momen ini menjadi pengingat betapa gentingnya situasi saat itu.
Diduga Ada Unsur Kelalaian: Kapal Melebihi Kapasitas?
Kapolresta Bengkulu, Kombes Sudarno, mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah menyelidiki insiden ini. Enam orang yang terdiri dari pemilik jasa wisata dan kru kapal sudah dimintai keterangan.
“Kami sedang mendalami unsur kelalaian, termasuk dugaan kelebihan kapasitas penumpang,” ujar Sudarno seperti dilansir dari Tribun Bengkulu.
Polisi juga memeriksa izin operasional dan kelayakan kapal sebagai sarana transportasi wisata.
Kritik dari Akademisi: Transportasi Wisata Bengkulu Perlu Pembenahan Total
Pengamat transportasi dan kebijakan publik dari Universitas Bengkulu, Hardiansyah, menilai tragedi ini bukan sekadar kesalahan teknis semata, tetapi refleksi dari lemahnya manajemen transportasi wisata di Bengkulu.
“Masalah seperti ini tidak akan selesai kalau hanya fokus pada jumlah penumpang. Pemerintah daerah perlu blueprint yang jelas dan terstruktur untuk transportasi wisata yang aman dan berstandar,” tegasnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antarinstansi dan SOP keselamatan yang memadai, khususnya mengingat posisi geografis Bengkulu yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.
Tantangan Besar di Laut Lepas: Butuh Kapal dan Protokol Keselamatan yang Lebih Siap
Sebagai daerah wisata bahari, Bengkulu seharusnya memiliki armada kapal wisata yang tangguh dan siap menghadapi kondisi ekstrem. Selain itu, tim SAR harus disiagakan di area-area rawan untuk mempercepat penanganan darurat.
“Wisatawan bukan pelaut, mereka tidak tahu harus bagaimana saat kondisi genting. Semua harus mengandalkan peralatan keselamatan dan panduan dari kru kapal,” tambah Hardiansyah.
Penutup: Momentum Perbaikan Menyeluruh
Tragedi kapal Tiga Putra adalah alarm keras bagi pengelolaan wisata bahari di Indonesia, khususnya Bengkulu. Tragedi ini seharusnya menjadi titik balik bagi seluruh pihak—mulai dari pengusaha kapal wisata, pemerintah daerah, hingga regulator—untuk mengevaluasi dan membenahi sistem transportasi wisata yang masih banyak bolongnya.