PKBM untuk Semua: Menyemai Harapan Lewat Pendidikan Inklusif |
Oleh: Kang Ruli
Apa arti pendidikan bagimu? Apakah ia sekadar gedung dengan papan tulis dan deretan bangku? Ataukah ia adalah cahaya, yang memampukan setiap insan untuk memahami dunia, dan akhirnya, memahami dirinya sendiri?
Di negeri ini, tak semua orang punya kesempatan duduk di kelas. Tak semua anak lahir di rumah yang mampu membeli seragam sekolah. Tak semua remaja bisa memilih belajar daripada bekerja. Dan tak semua orang dewasa punya kemewahan waktu untuk kembali membuka buku. Namun, satu hal yang tak pernah berubah: mereka semua tetap punya hak untuk belajar.
Di sanalah PKBM—Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat—hadir. Bukan sebagai pelengkap sistem, melainkan sebagai jantung dari harapan yang lama tersisih. PKBM bukan hanya ruang alternatif, tapi juga simbol perlawanan terhadap ketidaksetaraan pendidikan.
Inklusif Bukan Sekadar Istilah
Istilah inklusif sering terdengar di seminar atau peraturan pemerintah. Tapi di PKBM, inklusif adalah kenyataan yang dijalani. Tak peduli usia, gender, status sosial, atau kemampuan fisik—semua diterima dengan tangan terbuka. Di sini, tak ada yang terlalu tua untuk belajar, atau terlalu lambat untuk berkembang.
Seorang ibu rumah tangga yang tak sempat menamatkan SMP bisa kembali belajar di sela-sela waktu mengasuh anak. Seorang pemuda yang putus sekolah karena ekonomi kini bisa mengejar ijazah Paket C sambil bekerja. Bahkan seorang difabel yang dulu tak mendapat tempat di sekolah umum kini punya ruang untuk berkembang. Semua bisa belajar, karena semua berhak tumbuh.
PKBM: Menyemai Harapan Lewat Cara yang Dekat dan Sederhana
Keistimewaan PKBM bukan pada fasilitas megah, tapi pada pendekatan yang manusiawi. Para tutor lebih dari sekadar pengajar; mereka sahabat, pendengar, bahkan sering kali menjadi keluarga. Mereka mengajar bukan karena gaji yang tinggi, tetapi karena hati yang besar.
Pembelajarannya fleksibel. Jadwal menyesuaikan kebutuhan warga belajar. Materinya kontekstual, sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Tak ada tekanan nilai atau rangking. Yang utama adalah proses. Yang dikejar bukan angka, melainkan makna dan kemandirian.
Menjadi Pemantik Perubahan Sosial
PKBM tak hanya membebaskan dari buta aksara, tapi juga dari buta kehidupan. Mereka yang belajar di PKBM bukan hanya mengejar ijazah, tetapi juga membentuk karakter, menemukan jati diri, bahkan melahirkan pemimpin di komunitasnya.
Banyak warga belajar yang setelah lulus, menjadi relawan, membuka usaha sendiri, atau menjadi inspirasi di lingkungannya. Mereka menyebarkan api semangat, menjadi bukti bahwa pendidikan tak mengenal batas. Dan dari situlah, perubahan sosial yang sejati dimulai—dari akar rumput, dari rakyat untuk rakyat.
PKBM adalah Investasi Bangsa
Indonesia bermimpi menjadi negara besar di tahun 2045. Tapi mimpi itu akan sia-sia jika kita membiarkan jutaan warganya tertinggal dalam gelapnya ketidaktahuan. Karena itu, PKBM bukan hanya pilihan, tapi kebutuhan strategis. Ia adalah alat untuk mewujudkan keadilan pendidikan, dan pada akhirnya, keadilan sosial.
Penutup
“PKBM untuk Semua” bukan sekadar slogan. Ia adalah komitmen untuk tidak meninggalkan siapa pun. Ia adalah upaya menyemai harapan di ladang yang pernah gersang. Dan kelak, dari biji-biji harapan itu, akan tumbuh generasi tangguh—yang tak hanya pintar, tapi juga peduli, berdaya, dan bermakna bagi sesama.
Maka mari kita jaga dan dukung PKBM. Karena di balik ruang belajarnya yang sederhana, tersimpan kekuatan besar: kekuatan untuk mengubah hidup, membangun bangsa, dan merawat harapan.
Kata Mutiara: